Home » Artikel » Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (11): Hadis Fardu, Musnad, dan Metode I’tibar

Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (11): Hadis Fardu, Musnad, dan Metode I’tibar

Redaktur 08 Okt 2025 137

Dalam kesempatan Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja ke-sebelas, Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah kembali menghadirkan pembahasan yang komprehensif seputar mustholah hadis. Kajian kali ini difokuskan pada pembahasan ragam hadis beserta hukum, syarat, dan metode penelitian sanad.

Hadis Fardu: Mutlak dan Muqoyyad

Syekh Muhyiddin menjelaskan bahwa hadis fardu sifatnya lebih umum dibandingkan hadis ghorib. Hadis fardu terbagi menjadi dua:

1. Fardu Mutlak (Hadis Ghorib)
Hadis ini diriwayatkan oleh seorang rawi dari seluruh jalur periwayatannya.

  • Jika perawi memiliki dhobit (hafalan) sempurna dan tidak bertentangan dengan selainnya, maka hadis tersebut berstatus hasan dan maqbul.
  • Jika jauh dari kriteria dhobit, maka statusnya menjadi dha’if mardud (lemah dan tertolak).

2. Fardu Muqoyyad/Nisbi
Hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu rawi dari kalangan tertentu. Bentuknya antara lain:

  • Dibatasi pada rawi yang tsiqoh atau dapat dipercaya saja (misalnya: tidak ada yang meriwayatkan kecuali fulan).
  • Dibatasi pada wilayah tertentu (misalnya: hanya diriwayatkan dari ahli Bashrah).
  • Dibatasi pada jalur tertentu (misalnya: fulan meriwayatkan hadis dari fulan secara tunggal).

    Hukum hadis muqoyyad ditentukan dengan meneliti jalur periwayatannya, jika rawi mencapai taraf dhobit dan dapat dipercaya (tsiqoh), maka hadisnya menjadi shahih. Bila mendekati, maka hadis tersebut menjadi hasan, dan bila jauh dari kriteria di atas, maka dha’if.

    Hadis Musnad dan Muttasil

    Syekh Muhyiddin juga menguraikan tentang hadis musnad, yakni hadis yang sanadnya muttasil (bertemu langsung) hingga kepada Nabi Muhammad SAW. Ketersambungan sanad (ittishal) dalam konteks ini memiliki dua bentuk:

    1. Secara hakikat, yakni benar-benar bersambung dari awal hingga akhir.

    2. Secara zhahir, yang mengandung kemungkinan inqitho’ (terputus), seperti halnya hadis mu’an’an atau mudallas.

      Adapun, syarat utama hadis musnad adalah harus terbebas dari inqitho’ haqiqi. Sementara itu, hadis muttashil adalah hadis yang sanadnya benar-benar bersambung dengan adanya sima’ (mendengarnya) setiap rawi dari gurunya hingga akhir sanad, baik berstatus marfu’ maupun mauquf. Hukumnya bisa menjadi shahih, hasan, atau dha’if.

      Sisi perbedaan antara keduanya adalah, ittishal haqiqi merupakan syarat bagi hadis muttashil, akan tetapi tidak mutlak menjadi syarat bagi hadis musnad.

      Metode I’tibar

      Dalam kajian intens tersebut, Syekh Muhyiddin juga menekankan pentingnya metode i’tibar, yakni penelitian sanad hadis melalui kitab-kitab hadis seperti jawami’ dan masanid untuk mengetahui apakah suatu hadis memiliki penguat berupa mutabi’ atau syahid, ataukah berstatus sebagai hadis fardhu.

      1. Mutabi’

      Adalah perawi lain yang meriwayatkan hadis dari guru yang sama atau guru di atasnya. Mutabi’ disini terbagi menjadi dua, yaitu:

      • Muttabi’ah Tam: kesamaan pada guru langsung.
      • Muttabi’ah Qashirah: kesamaan pada guru di atasnya.

      2. Syahid

      Adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang berbeda jalur, namun selaras dalam makna atau lafaznya, meski dari sahabat yang berbeda. Syahid khusus berlaku pada matan hadis. Apabila tidak ditemukan mutabi’ maupun syahid, maka hadis tersebut termasuk kategori hadis fardu.

      Kesimpulan

      Syekh Muhyiddin Awwamah menegaskan bahwa penelitian hadis hanya bisa dilakukan pada hadis yang level kelemahannya tidak terlalu parah (dha’if mutawassith). Sedangkan hadis yang sangat lemah (dha’if syadid) atau bahkan maudhu’ maka tidak layak untuk diteliti.

      Kajian mendalam tersebut menegaskan pentingnya metodologi mustholah hadis dalam memastikan validitas periwayatan. Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja kali ini sekaligus menambah khazanah pengetahuan para peserta dalam memahami ilmu sanad secara lebih kritis dan metodologis.


        Editor: A. Zaeini Misbaahuddin Asyuari

        Penulis: Burhan Yusuf Syaifudin

        (Mahasantri Semester III Marhalah Ula Ma’had Aly Lirboyo)

        mahadalylirboyo.ac.id

        Comments are not available at the moment.

        Leave a Reply

        Your email address will not be published. Required fields are marked*

        *

        *

        Postingan Terkait
        Kuliah Umum Marhalah Tsaniyah: Gus Reza Jelaskan Sinergi Sains dan Agama

        Syauqi Multazam

        01 Nov 2025

        Catatan Kuliah Umum Marhalah Tsaniyyah bersama Dr. KH. Reza Ahmad Zahid Lc., M.A.

        Berikut Teks Lengkap Ikrar Santri Lirboyo untuk Indonesia yang Berdaulat

        Raden Muhammad Rifqi

        27 Okt 2025

        Ini teks lengkap Ikrar Santri Lirboyo untuk Indonesia yang dibacakan pada apel HSN 2025

        Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (12): Sanad dan Klasifikasinya dalam Kajian Ilmu Hadis

        Redaktur

        24 Okt 2025

        Di forum dauroh tersebut Syekh Awwamah menguraikan pentingnya sanad dalam transmisi hadis

        Kajian Fikih dan Ushul Fikih: Memahami Dalil-Dalil Syariat dan Implikasi Istishlah terhadap Hukum Islam

        Redaktur

        15 Okt 2025

        Berikut ini resume kajian fikih dan ushul fikih dalam Kuliah Takhassus Marhalah Ula Ma’had Aly Lirboyo

        Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (10): Mengupas Hadis Syadz hingga Maudhu’

        Redaktur

        26 Sep 2025

        Syekh Awwamah dalam Dauroh ini membahas Hadis Dhaif hingga Maudhu’ secara detail

        Umma: 24 Kisah Inspiratif Muslimah Masa Kini

        Raden Muhammad Rifqi

        20 Sep 2025

        Kumpulan kisah Inspiratif dari Muslimah-Muslimah Hebat