
Serba-Serbi Maulid Nabi, Mulai dari Keutamaan, Batasan dan Hukumnya: Kajian Maulid Nabi dalam Kitab At-Tanbihat Karya KH. Hasyim Asy’ari
Kemuliaan Maulid Nabi & Keutamaan Memuliakannya
Betapa mulianya semua hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw. Salah satunya adalah hari kelahiran Beliau, tepatnya 12 Rabiul Awal. Ada sebuah cerita yang bisa menggambarkan keutamaan hari kelahiran Nabi dan keutamaan memuliakannya: Dikisahkan, ketika Nabi Muhammad Saw. lahir, Abu Lahab sangat bergembira mendengar kabar kelahiran keponakannya, Muhammad. Karena begitu gembira, dia sampai memerdekakan budaknya yang bernama Tsuwaibah, seorang wanita yang kelak menyusui Nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana diketahui, Abu Lahab adalah orang yang dinash Alquran masuk Neraka. Meski demikian, setiap malam Senin ia akan diberi keringanan siksaan dan keistimewaan bisa meminum air yang bersumber dari sela-sela kedua jarinya. Hal ini tidak lain merupakan bentuk balasan dari Allah Swt. sebab dedikasinya memerdekakan Tsuwaibah sebagai bentuk ungkapan gembira atas kelahiran Nabi. Bahkan, ia jugalah yang menyuruh Tsuwaibah untuk menyusui Sang Pemimpin Para Utusan Allah Swt. (At-Tanbihat Al-Wajibat li Man Yasna’u Al-Maulid bi Al-Munkarat. Syekh Muhammad Hasyim Asy’ari Al-Jombangi Al-Indonesi. h. 12-13).
Dari kisah tersebut, Ibnu Al-Jazari berkomentar; “Kalau seorang Abu Lahab –yang sudah dinash oleh Alquran atas kehinaanya– saja diberi ganjaran yang sangat mulia (karena rasa gembira mendengar kabar lahirnya Nabi Muhammad Saw.), lantas bagaimana besarnya ganjaran seorang Muslim yang merayakan hari lahirnya Nabi Pemegang Syafaat al-‘Uzma!? Saya bersumpah, Allah Swt. akan memasukkannya ke dalam Surga”. (At-Tanbihat, h. 13-14).
Batasan-Batasan dalam Peringatan Maulid Nabi
Meski ada janji pahala besar bagi orang yang merayakan maulid Nabi, namun harus tetap ada batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam perayaan maulid Nabi Muhammad Saw. Hadrotussyekh Hasyim Asy’ari telah mengingatkan secara tegas, bahwa perayaan maulid Nabi tidak boleh bercampur dengan perilaku kemaksiatan seperti; bermain alat malahi, berkumpul dan bercampur dengan selain mahrom, berjoget-joget dan lain sebagainya. (At-Tanbihat h. 08-10).
Budaya Perayaan Maulid Nabi di Indonesia dan Hukumnya
Sebuah acara yang lumrah diselenggarakan dalam memuliakan dan merayakan datangnya maulid Nabi adalah mengadakan Majlis Sholawat. Biasanya, majlis ini akan dibarengi dengan grup rebana atau hadroh. Lantas apakah hal ini menabrak peringatan dari Hadrotussyekh Hasyim Asy’ari atau tidak?
1. Hukum Rebana dalam Majlis Sholawat.
Dalam At-Tanbihat, Hadrotussyekh Hasyim Asy’ari menyampaikan:
وان زادوا على ذلك ضرب الدفوف مع مراعاة الادب فلا بأس بذلك
“Kalau menambahi bermain rebana serta tetap memperhatikan ketentuan syariat, maka hal ini diperbolehkan”
Legalitas rebana dalam Islam juga didukung keterangan Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj:
(ويجوز دف)
أي: ضربه (واستماعه لعرس)؛ لأنه ﷺ أقر جويريات ضربن به حين بنى علي بفاطمة كرم الله وجههما بل قال لمن قالت وفينا نبي يعلم ما في غد، دعي هذا وقولي بالذي كنت تقولين أي: من مدح بعض المقتولين ببدر رواه البخاري
Ibarot tersebut menunjukan bahwa hukum bermain dan mendengarkan rebana adalah boleh dalam sebuah acara pernikahan. Landasan hukumnya adalah karena Nabi Muhammad ﷺ memberikan persetujuan (iqrar) terhadap para gadis kecil yang memainkannya. Bahkan, (ada dalil yang lebih kuat), ketika salah seorang dari gadis itu menyanyikan syair yang berbunyi, ‘Dan di tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari,’ beliau langsung menegurnya dan bersabda: ‘Tinggalkanlah ucapan ini, dan lanjutkanlah dengan syair yang tadi kalian lantunkan.’ Syair yang beliau izinkan untuk dilanjutkan itu adalah syair yang berisi pujian bagi para pahlawan yang gugur dalam Perang Badar. (HR. Bukhari).
Meskipun dalam redaksi di atas hanya menyebutkan pernikahan, namun legalitas rebana juga bisa diterapkan pada perayaan maulid Nabi. Lebih lanjut, kitab tersebut menambahkan:
؛(وختان) لأن عمر رضي الله عنه كان يقره فيه كالنكاح وينكره في غيرهما رواه ابن أبي شيبة (وكذا غيرهما) من كل سرور (في الأصح)
-الشرواني- (قوله: من كل سرور) عبارة المغني وشيخ الإسلام مما هو سبب لإظهار السرور كولادة وعيد وقدوم غائب وشفاء مريض. اهـ
“Kebolehan bermain rebana tidak hanya pada acara pernikahan saja, tapi semua bentuk kebahagiaan seperti; hari kelahiran, hari raya, kedatangan seseorang dan sembuhnya orang sakit.”
Kesimpulannya, beberapa keterangan di atas menunjukkan bahwa, bermain rebana dalam acara majlis sholawat memperingati maulid Nabi Muhammad Saw. itu diperbolehkan.
2. Majlis Shalawat dengan Peserta Laki-Laki dan Perempuan
Satu lagi hal yang mungkin menjadi budaya perayaan maulid di Indonesia adalah acara perayaan yang dihadiri laki-laki atau perempuan. Bahkan, tidak jarang ditemui berkumpulnya laki-laki dan wanita dalam majlis tersebut. Sebagian majlis ada yang dipisah dengan satir, ada juga yang tidak. Hal ini memunculkan fenomena kontroversial. Menanggapi hal ini, Hadrotussyekh Hasyim Asy’ari menegaskan:
إن الطاعة إذا أدت إلى معصية راجحة وجب تركها فإن ما يؤدي إلى الشر شر. إذا علمت ذلك فاعلم أن عمل المولد إذا أدي إلى معصية راجحة مثل المنكرات وجب تركه وحرم فعله
“Ketaatan yang menarik kemaksiatan, maka wajib ditinggalkan. Sesungguhnya perkara yang mengakibatkan kejelekan itu termasuk kejelekan. Jika anda sudah mengetahui hal ini, maka yakinilah bahwa acara maulid yang menjerumuskan kepada maksiat yang lebih besar seperti kemunkaran-kemunkaran maka wajib ditinggalkan dan haram melakukannya”.
Sudah diketahui secara jelas bahwa perkumpulan antara laki-laki dan wanita dapat menjadi sebuah kemaksiatan jika dapat menimbulkan fitnah. Dan jika perkumpulan yang terjadi dalam majlis adalah demikian, maka wajib untuk dihindari. Hadrotussyekh Hasyim Asy’ari menambahkan:
و من هنا تعلم أن فعل المنكرات مضمومة إلى مولد النبي صلى الله عليه و سلم إلى التنقيص و الإستهزاء والإيذاء به أقرب لأن تعظيمه صلى الله عليه و سلم هو التأدب معه بما هو لائق به صلى الله عليه و سلم
“Dari sini anda bisa mengetahui, bahwa melakukan kemungkaran yang digabung dengan acara maulid itu lebih dekat kepada merendahkan, menghina dan menyakiti Baginda Nabi Saw, karena Ta’dhim.”
Inti dari perayaan maulid nabi adalah sebuah bentuk penghormatan kepada Beliau. Dan jika momen itu diisi dengan kemaksiatan, alih-alih baginda akan senang, kemaksiatan dalam majlis tersebut justru dapat menyakiti Baginda. Maka, alangkah lebih baiknya jika perayaan maulid Nabi di Indonesia dapat mengusahakan untuk menjaga timbulnya fitnah dari para peserta perayaan. Segala hal yang mengarah pada kemaksiatan harus senantiasa dihindari dan dicarikan jalan keluarnya agar tidak terjadi, seperti memberikan satir antara peserta wanita dan pria, dan lain sebagainya. Jangan sampai perayaan maulid malah menjadi tempat kemaksiatan atau memberikan fasilitas pada hal-hal yang haram.
Ibnu Al-Hajj Al-Fasi bahwa:
إن استعمال ما وضع للتعظيم في غير محل التعظيم حرام
“Menempatkan perkara yang dimuliakan di selain tempat mulia adalah sebuah keharaman”.
Tuduhan Bid’ah dan Hukum Perayaan Maulid Nabi
Dalam kitab At-Tanbihat Al-Wajibat li Man Yasna’u Al-Maulid bi Al-Munkarat (hal. 25-26), dinukil pernyataan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, sebenarnya tidak ada dalil khusus yang menjelaskan tentang perayaan maulid Nabi dari para ulama salaf kurun ketiga. Akan tetapi, bukan berarti perayaan maulid dapat dikatakan tanpa dasar. Sebab, sejatinya perayaan maulid adalah adalah sebuah ibadah yang dilandasi perasaan syukur atas nikmat yang diberikan Allah. Oleh karenanya, perayaan maulid memiliki dasar penganalogian (takhrij) dalil yang sahih:
أن النبي صلى الله عليه قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء، فسألهم، فقالوا : هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجّى موسى، غنحن نصومه شكرا لله تعالى .فصامه النبي صلى الله عليه وسلم وأمر بصيامه قائلاً: “نحن أحق بموسى منكم
“Sesungguhnya, ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari Asyura. Beliau pun bertanya kepada mereka (mengenai alasan puasa itu), lalu mereka menjawab: ‘Ini adalah hari di mana Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa pada hari ini sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Ta’ala.’ Lalu Nabi pun memerintahkan untuk berpuasa pada hari Asyura, seraya berkata: ‘Kami lebih berhak (untuk bersyukur pada apa yang terjadi) dengan Musa, dari pada kalian.”
Hal ini menjadi bukti bahwa representasi syukur atas datangnya nikmat dan dihilangkannya bencana itu bisa dimanifestasikan dengan cara beribadah. Sehingga dengan terlahirnya Muhammad Sang Pemimpin Para Utusan Allah Swt., tentu menjadi nikmat yang sangat besar bagi manusia dan makhluk lainnya. Lantas apakah layak merayakan maulid Nabi Muhammad Saw. disebut dengan bid’ah munkarah muharromah!? Padahal, dalam perayaan maulid ada banyak zikir dan shalawat yang dilantunkan.
Editor: Syauqi Multazam
Penulis: Fuad Amin (Mahasantri Marhalah Tsaniyah Ma’had Aly Lirboyo)
Redaktur
19 Agu 2025
Membedakan antara rekonstruksi dan kontekstualisasi hukum Islam
Redaktur
17 Agu 2025
Merenungi makna Sila Kedua Pancasila di Hari Kemerdekaan RI ke-80
Redaktur
12 Agu 2025
Menggali pesan kesetaraan derajat perempuan dan hikmah di balik perbedaannya
Redaktur
07 Jul 2025
Bahtsul Masail mahasantri semester lima menelaah fenomena pengkultusan tokoh di ranah sosial-budaya keagamaan
Redaktur
11 Jun 2025
الشيخ عوض الكريم عثمان العقلي أمين الأمانة العلمية بالمجمع الصوفي السودان يوضح حول حب الوطن من منظور كتب التراث
Redaktur
10 Jun 2025
Cinta tanah air memiliki landasan syariat yang kuat, berikut penjelasannya
04 Sep 2025 602 views
10 Mahasantri Marhalah Tsaniyah Ma’had Aly Lirboyo ikuti program Double Degree di UPSI Malaysia
04 Sep 2025 69 views
Budaya Maulid Nabi menurut Pandangan Hadrotussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya
03 Sep 2025 42 views
Berikut ini Hasil Keputusan Bahtsul Masail tentang Feodalisme Pesantren

Comments are not available at the moment.