Home » Artikel » Artikel Mahasantri » Pesan Kesetaraan dan Hikmah Perbedaan dalam Al-Qur’an

Pesan Kesetaraan dan Hikmah Perbedaan dalam Al-Qur’an

Redaktur 12 Agu 2025 518

Dalam beberapa abad silam, perempuan dipandang lebih rendah dari laki-laki, mereka diposisikan pada kelompok “second class” (kelas kedua). Bangsa Yunani kuno menganggap perempuan sebagai harta benda kekayaan yang tak berharga sehingga diperdagangkan sebagai budak dan dihinakan tanpa memiliki hak waris.

Di Romawi kuno, akad pernikahan sama dengan suami membeli istri untuk dijadikan pesuruh. Di Arab Pra-Islam, kaum perempuan dianggap aib, dikubur hidup-hidup, bahkan dianggap pembawa pertanda buruk. Pun begitu dalam beberapa abad setelahnya. Perempuan masih saja dianggap sebelah mata dan dipinggirkan sehingga berujung pada anggapan bahwa derajat perempuan tidaklah setara dengan pria.

Dari pola pikir semacam inilah muncul kesewenang-wenangan dalam memperlakukan perempuan. Baik dalam tindakan fisik seperti penganiayaan dan pemerkosaan, atau intimidasi psikis yang hingga kini tampaknya belum usai.

Dari realitas seperti ini, Islam hadir untuk membantu kaum yang lemah. Islam mengajarkan untuk memandang perempuan sebagai makhluk yang harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Sebab, perempuan memiliki hak-hak dan derajat yang setara di mata Islam. Hak-haknya harus dipenuhi, dan derajatnya harus dihargai.

Kesetaraan Dalam Islam

Menurut KBBI, kesetaraan adalah kesejajaran, seimbang, dan sepadan. Maka dapat disimpulkan bahwa kesetaraan tidaklah harus sama tanpa adanya perbedaan. Islam tetap menyatakan bahwa perempuan memiliki hak dan kesetaraan derajat dengan pria, namun tidak menafikan beberapa perbedaan yang jelas nyata adanya. Berikut beberapa nilai kesetaraan perempuan dalam Islam:

  • Kesetaraan di hadapan Tuhan

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا

“Dan barang siapa yang mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak didzalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisa [4]: 124)

Dalam ayat ini, dapat disimpulkan bahwa pengakuan luhur atau tidaknya derajat seseorang di hadapan Allah tidaklah dilandaskan perbedaan jenis kelamin dan faktor keturunan, tetapi murni amal yang berbicara. Siapapun dapat berlomba-lomba menjadi yang terbaik dengan cara memperbanyak perbuatan baiknya, baik ia pria ataupun perempuan.

  • Kesetaraan di Hadapan Hukum

اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (QS. An-Nur: 2)

Dalam ayat ini, sangat tampak secara nyata bahwa pezina perempuan dan laki-laki dihukum dengan sepadan tanpa adanya pilih kasih. Di mata hukum, semua manusia setara. Meski berasal dari kalangan atas atau bawah, selama menyandang status merdeka, mereka mendapat hukuman yang sepadan. Entah itu laki-laki ataupun perempuan.

  • Kesetaraan dalam Penciptaan         

الَّذِيْٓ اَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَه وَبَدَاَ خَلْقَ الْاِنْسَانِ مِنْ طِيْن ٍ ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَه مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ مَّاءٍ مَّهِيْنٍ

“Dia juga memperindah segala sesuatu yang diciptakan dan memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian, Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani).” (QS. As-Sajdah [32]: 7-8)

Ayat ini menunjukkan bahwa perbedaan manusia dalam masalah penciptaan hanyalah terjadi pada awal diciptakannya manusia, Nabi Adam dari tanah, sedangkan Siti Hawa berasal dari tulang rusuk Nabi Adam. Namun setelah keduanya, tidak lagi ditemukan perbedaan dalam penciptaan manusia. Terbukti bahwa saat ini manusia tercipta dari proses pertemuan antara sperma laki-laki dengan sel telur perempuan.

Dari beberapa ayat Al-Qur’an di atas, ada sebuah pesan yang dapat dipetik tentang setaranya status dan derajat perempuan dengan pria. Di hadapan Tuhan dan hukum, pria dan perempuan bertempat pada satu ruang yang sama. Begitu juga dalam hal penciptaan, tidaklah pantas bagi seorang pria untuk berlaku semena-mena dan merasa lebih tinggi terhadap mahluk yang proses penciptaannya itu sama dengannya.

Hikmah di Balik Perbedaan

Selain berbicara pada kesetaraan, ada beberapa ayat Al-Qur’an yang mengakui beberapa poin perbedaan antar pria dan perempuan. Ayat yang juga kerap dijadikan dasar untuk mengintimidasi dan membatasi ruang gerak perempuan oleh beberapa orang. Dengan ayat tersebut, ada saja beberapa pihak yang menjadikan dalil untuk menyudutkan posisi perempuan. Salah satunya adalah Qs. An-Nisa: 34:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ

“Laki-laki itu pelindung bagi perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan).” (QS. An-Nisa [4]: 34)

Sekilas, perbedaan dalam ayat di atas memang munujukkan dominasi laki-laki terhadap perempuan. Namun apakah benar demikian? Apakah benar perbedaan dalam ayat ini dapat dijadikan dasar pongahnya kaum laki-laki dalam memperlakukan perempuan?

Syekh Jalal ad-Din al-Mahalli dalam kitab tafsirnya mengartikan bahwa perbedaan di sini hanya bersifat global, bukan secara khusus. Dalam kitab Tafsir al-Baghawi, kata “Qawwamun” berarti tanggung jawab kepemimpinan dan pemeliharaan dalam rumah tangga, bukan diartikan sebagai bentuk dominasi, melainkan amanah yang disertai kewajiban, seperti menafkahi, melindungi, dan menjadi pemimpin secara moral dan material.

Perbedaan di sini bukan berarti laki-laki selalu lebih unggul dibandingkan perempuan, seperti keunggulan salat dibandingkan wudu. Lantas, apa arti salat tanpa wudu? Begitupula, apa arti laki-laki tanpa perempuan.

إنّ النساء شقائق الرجال

“Sesungguhnya perempuan adalah saudara kandung laki-laki”

Kesimpulan

Perbedaan yang bersifat tauqifi (ketetapan langsung dari-Nya), tidak dapat dijadikan justifikasi bahwa syariat berat sebelah dalam mengatur kehidupan laki-laki dan perempuan. Perkara yang tauqifi sering kali berada di luar kemampuan akal manusia untuk dipahami. Sehingga, pikiran yang berusaha melogikakannya sering kali tersesat.

Ketetapan yang bersifat tauqifi hanya akan menemukan relevansinya sebagai maslahat dalam kehidupan bila dipatuhi dalam kesadaran manusia. Dalam konteks derajat laki-laki dan perempuan, terbukti ada beberapa perempuan yang lebih utama dibandingkan laki-laki, entah dari segi keilmuan atau ibadahnya.

Sebut saja Sayyidah Fatimah az-Zahra, Sayyidah Maryam binti Imron, Sayyidah Khodijah, Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar, juga perempuan di negara kita seperti R.A. Kartini. Intinya, keutamaan dapat diraih oleh siapapun tanpa harus melihat pada latar belakang yang berbeda-beda. Siapapun dia, selagi usahanya lebih maksimal, akan berpotensi besar mendapatkan keutamaan.


Editor: Syauqi Multazam

Penulis: Alfi Fahrurrozi (Mahasantri Ma’had Aly Lirboyo Semester I Bag. A.04)

mahadalylirboyo.ac.id

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Postingan Terkait
Berislam dengan Bermazhab: Ikhtiar Menjaga Keabsahan Pengamalan Syariat

Redaktur

08 Okt 2025

Artikel ini membahas tentang urgensi bermazhab bagi umat Islam

Serba-Serbi Maulid Nabi, Mulai dari Keutamaan, Batasan dan Hukumnya: Kajian Maulid Nabi dalam Kitab At-Tanbihat Karya KH. Hasyim Asy’ari

Fuad Amin

04 Sep 2025

Budaya Maulid Nabi menurut Pandangan Hadrotussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya

Meluruskan Arah Pembaruan Hukum Islam: Dari Rekonstruksi Menuju Kontekstualisasi

Redaktur

19 Agu 2025

Membedakan antara rekonstruksi dan kontekstualisasi hukum Islam

Semangat Memanusiakan Manusia di Hari Kemerdekaan: Interpretasi Sila Kedua Pancasila Perspektif Islam

Redaktur

17 Agu 2025

Merenungi makna Sila Kedua Pancasila di Hari Kemerdekaan RI ke-80

Mengkaji Isu Feodalisme di Pesantren

Redaktur

07 Jul 2025

Bahtsul Masail mahasantri semester lima menelaah fenomena pengkultusan tokoh di ranah sosial-budaya keagamaan

الجوهر الغالي في اختصار الدورة العلمية مع الشيخ عوض الكريم عثمان العقلي

Redaktur

11 Jun 2025

الشيخ عوض الكريم عثمان العقلي أمين الأمانة العلمية بالمجمع الصوفي السودان يوضح حول حب الوطن من منظور كتب التراث