Home » Artikel » Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (4): Memahami Metode Menerima dan Meriwayatkan Hadis

Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (4): Memahami Metode Menerima dan Meriwayatkan Hadis

Redaktur 23 Jul 2025 55

Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah kembali menguraikan khazanah keilmuan hadis dalam pertemuan keempat Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja. Kali ini, beliau mengupas tuntas tentang berbagai metode dalam menerima dan meriwayatkan hadis, sebuah aspek krusial dalam menjaga kemurnian dan keautentikan sabda Rasulullah SAW.

Beliau menjelaskan bahwa setidaknya ada delapan metode utama yang digunakan oleh para ulama hadis, masing-masing dengan karakteristik dan kaidah periwayatan tersendiri. Memahami metode-metode ini sangat penting untuk menilai kualitas dan validitas sebuah riwayat.

Delapan Metode Menerima dan Meriwayatkan Hadis

Berikut adalah penjelasan mendalam mengenai delapan metode tersebut:

Pertama, As-Samā’ (السَّمَاعُ) – Mendengarkan Secara Langsung

Metode ini merupakan tingkatan tertinggi dalam menerima hadis. As-Samā’ adalah ketika seorang murid mendengarkan langsung ucapan gurunya, baik melalui imla’ (dikte) atau riwayat langsung. Guru bisa menyampaikan dari hafalannya atau dengan membaca dari kitabnya.

Lafaz yang umum digunakan dalam metode ini adalah:

  • سَمِعْتُ  (Aku mendengar)
  • أَخْبَرَنَا  (Telah mengabarkan kepada kami)
  • حَدَّثَنَا  (Telah menceritakan kepada kami)
  • أَنْبَأْنَا  (Telah memberitakan kepada kami)

Kedua, Al-’Ardhu (العَرْضُ) – Membacakan Dihadapan Guru

Metode Al-’Ardhu terjadi ketika seorang murid membacakan hadis kepada gurunya, dan sang guru mendengarkan serta membenarkan. Metode ini juga termasuk dalam kategori tinggi dalam periwayatan hadis. Lafaz yang digunakan dalam metode ini antara lain:

  • قَرَأْتُ عَلَى فُلَانٍ  (Aku membacakan kepada Fulan)
  • قُرِئَ عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ  (Dibacakan kepadanya dan aku mendengar)

Ketiga, Al-Ijāzah (الإِجَازَةُ) – Izin Periwayatan

Al-Ijāzah merupakan legalitas yang diberikan oleh seorang guru kepada muridnya untuk meriwayatkan hadis darinya. Izin ini bisa diberikan secara lisan maupun tertulis. Para ulama melarang perawi menggunakan lafaz حَدَّثَنَا  atau أَخْبَرَنَ  secara mutlak ketika periwayatan berasal dari ijazah. Namun, jika dijelaskan secara khusus, seperti حَدَّثَنَا إِجَازَةً, maka diperbolehkan. Perawi juga diperbolehkan menggunakan lafaz عَنْ  (dari) dalam konteks ini. Ada beberapa macam bentuk ijazah, di antaranya:

  • إجازة معين لمعين: Izin spesifik untuk orang dan kitab spesifik.

Contoh: “Aku izinkan kamu meriwayatkan Sahih Bukhari.”

  • إجازة معين لغير معين: Izin untuk orang spesifik, tetapi tidak spesifik kitabnya.

Contoh: “Aku izinkan siapa pun yang menemuiku dari kaum Muslimin untuk meriwayatkan kitab-kitabku.”

  • إجازة غير معين بصيغة عامة: Izin umum untuk semua Muslim.

Contoh: “Aku izinkan semua Muslim.”

  • إجازة بمجهول من الكتب: Izin untuk kitab yang tidak disebutkan secara spesifik.

Contoh: “Aku izinkan kamu dengan kitab-kitab Sunan-ku.”

  • إجازة بمجهول الناس: Izin untuk orang yang tidak disebutkan namanya.

Contoh: “Aku izinkan Fulan.” (tanpa menyebutkan namanya).

  • إجازة للمعدوم: Izin untuk orang yang belum ada.

Contoh: “Aku izinkan anak-anakku dan cucu-cucuku.”

  • إجازة لمن لم يتحمل: Izin bagi yang belum memenuhi syarat untuk meriwayatkan.
  • إجازة بالمجازة: Izin untuk meriwayatkan dari hadis yang telah diizinkan sebelumnya.

Keempat, Al-Munāwalah (المُنَاوَلَةُ) – Penyerahan Kitab

Al-Munāwalah terjadi ketika seorang guru menyerahkan kitab yang berisi riwayat-riwayatnya kepada muridnya. Metode ini bisa disertai dengan ijazah atau tanpa ijazah. Seperti ijazah, para ulama melarang perawi menggunakan lafaz حَدَّثَنَا  atau أَخْبَرَنَ  secara mutlak. Namun, jika disertai penjelasan seperti حدثنا فلان مناولة (Fulan menceritakan kepada kami melalui munawalah), maka itu diperbolehkan.

Kelima, Al-Kitābah (الكِتَابَةُ) – Penulisan Hadis

Al-Kitābah adalah metode di mana seorang guru menulis hadis untuk seseorang, baik orang tersebut hadir maupun tidak, dan guru bisa menulisnya sendiri atau meminta orang lain menuliskannya. Metode ini juga bisa disertai ijazah atau tidak. Para ulama tidak membedakan pelafalan antara menulis langsung atau melalui orang lain. Lafaz yang digunakan dalam metode ini adalah:

  • كتباني  atau كتب الي فلان  (Dia menulis kepadaku atau Fulan menulis kepadaku)
  • اخبرني فلان مكاتبة  (Fulan memberitahuku melalui surat/tulisan)

Sebagai catatan: Bahwasanya hukum meriwayatkan dengan lima metode yang telah disebutkan di atas (Samā’, ’Ardhu, Ijāzah, Munāwalah, dan Kitābah) adalah boleh dan riwayatnya sah.

Keenam, Al-I’lām (الإِعْلَام) – Pemberitahuan

Al-I’lām adalah ketika seorang guru memberitahukan kepada muridnya bahwa hadis atau kitab tertentu adalah hasil dari apa yang didengarnya dari fulan, tanpa secara eksplisit memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkannya. Hukum meriwayatkan dengan metode ini tidak diperbolehkan, namun wajib untuk diamalkan jika isinya valid.

Ketujuh, Al-Wasiyah (الوصية) – Wasiat

Al-Wasiyah adalah ketika seorang guru berwasiat kepada seseorang menjelang wafatnya atau ketika bepergian, sebuah kitab yang diriwayatkan olehnya. Hukum meriwayatkan dengan metode ini tidak diperbolehkan oleh mayoritas ulama, meskipun sebagian ulama memperbolehkannya.

Kedelapan, Al-Wijādah (الوجادة) – Penemuan Tulisan

Al-Wijādah adalah ketika seseorang menemukan tulisan berisi hadis, baik dari rawi sezaman dengannya atau tidak, namun dia tidak pernah mendengarnya langsung dan tidak memiliki ijazah darinya. Sighat (ungkapan) yang digunakan dalam metode ini adalah:

  • وجدت  (Aku menemukan)
  • قرأت بخط فلان  (Aku membaca tulisan Fulan)

Tidak diperkenankan meriwayatkan dengan metode ini menggunakan lafaz tahdist (seperti haddaatsana) atau an’anah (seperti ‘an), namun harus menggunakan lafaz وجدت بخط فلان. Ini pun diperbolehkan jika sudah valid bahwa tulisan itu benar milik orang tersebut. Diperbolehkan mengamalkannya jika memang sudah terbukti isinya valid.

Imam Ibn Sholah berpendapat bahwa jika pengamalan hadis dari metode ini digantungkan pada riwayat, maka tidak diperlukan bab amal bil manqul karena sulitnya memenuhi syarat. Imam Nawawi kemudian mentarjih (menguatkan) pendapat Imam Ibn Sholah, menyatakan bahwa pendapatnya adalah yang paling kuat dan relevan dengan keadaan zaman sekarang.

Poin-Poin Tambahan

Disamping menjelaskan soal metode menerima dan meriwayatkan hadis, Syekh Muhyiddin Awwamah juga memberikan beberapa catatan penting:

  • Metode As-Samā’ dan Al-’Ardhu adalah metode yang paling tinggi/utama dalam penerimaan dan periwayatan hadis.
  • Lafaz حَدَّثَنَا  lebih merepresentasikan metode pertama (Samā’).
  • Lafaz أَخْبَرَنَا  lebih merepresentasikan metode kedua (’Ardhu).
  • Lafaz أَنْبَأْنَا  lebih merepresentasikan metode ketiga (Ijāzah).
  • Metode ke-4 hingga ke-8 (Munawalah, Kitabah, I’lam, Wasiyah, dan Wijadah) termasuk dalam kategori min suratil ijazah (bagian dari bentuk-bentuk ijazah).
  • Pada zaman sekarang, sangat sulit untuk menerima hadis menggunakan metode Samā’ secara langsung, sehingga seringkali diperlukan izin (ijazah) untuk meriwayatkannya.
  • Kurun waktu diperbolehkannya riwayat tanpa izin adalah sekitar 300-400 tahun Hijriah.
  • Diperbolehkan mengambil hadis dari seorang mubtadi’ (ahli bid’ah) dengan syarat dia tidak kafir dan tidak mengajak kepada bid’ahnya.

Pemahaman mendalam mengenai metode-metode ini merupakan fondasi penting bagi setiap penuntut ilmu hadis. Disamping itu, secara tidak langsung juga memastikan bahwa setiap riwayat yang disampaikan memiliki sanad (transmisi) yang jelas dan metode penerimaan yang shahih. Hal ini menjadi kunci dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dari pemalsuan dan kesalahan.


Editor: A. Zaeini Misbaahuddin Asyuari

Penulis: Muhammad Yahuda Fudlail

(Mahasantri Semester V Marhalah Ula Ma’had Aly Lirboyo)

mahadalylirboyo.ac.id

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Postingan Terkait
Wajah Baru Fiqh Nusantara: Solusi Fikih Manhaji untuk Isu Kebangsaan Kontemporer

Raden Muhammad Rifqi

30 Jul 2025

Buku ini menjawab kesalahpahaman umum tentang ijtihad untuk masalah-masalah kebangsaan aktual

Kuliah Ushul Fikih: Pendalaman Kitab Jam’ul Jawami’ Bersama KH. Muhibbul Aman Aly

Fuad Amin

26 Jul 2025

LBM P2L Menyelenggarakan Kuliah Ushul Fikih bersama KH. Muhibbul Amman Aly

Mars Ma’had Aly Lirboyo

Redaktur

23 Jul 2025

Berikut ini teks Mars Ma’had Aly Lirboyo Kediri Jawa Timur

Fikih Muamalah Kontemporer: Jawaban Pesantren atas Dinamika Transaksi Digital

Raden Muhammad Rifqi

23 Jul 2025

Buku ini menyajikan pandangan ulama dilengkapi sub-kesimpulan ringkas di setiap bab, yang memudahkan pembaca

Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (3): Integritas Seorang Muhaddis: Etika dalam Meriwayatkan dan Mencatat Hadis

Redaktur

21 Jul 2025

Integritas seorang muhaddis dalam Ilmu Hadis tidak terlepas dari etika dan adab

Daurah Ilmiah Ilmu Hadis Aswaja Bersama Syekh Dr. Muhyiddin Awwamah (2): Ilmu Mustholah Hadis Dari Bahasa hingga Otentikasi Sanad

Redaktur

21 Jul 2025

Kali ini Syekh Muhyiddin Awwamah menekankan pentingnya detail dalam Ilmu Hadis